Kho Edbert Putra Khodiyat
Hai Kalyanamitta Buddhist Worship, kita sudah memasuki bulan Kathina nih dimana bulan Kathina itu adalah kesempatan yang sangat baik buat kita semua lho buat menanam karma baik khususnya kepada Bhikkhu Sangha nih. Kita bisa berdana apapun yang ga hanya materi aja, kita bisa tenaga, waktu, melepaskan makhluk lain ke alam bebas, dan menunjukkan jalan kebenaran. Tapi kita wajib tahu nih esensi dari berdana. Lalu apa aja ya?
Siapa yang Berdana?
Ajaran Buddha mengajarkan kita tentang Anatta yaitu tanpa aku nih, memang konsep ini bisa dibilang sangat dalam dan banyak orang yang sulit untuk memahaminya. Anatta sering salah dipahami nih kalau segala sesuatu itu berarti nihil atau kosong, kesannya pesimis ya? Bukan seperti itu temen-temen justru dengan menyelami ajaran Buddha tentang Anatta, kita menyadari bahwa saling berhubungan.
Semua Terkoneksi
Contoh saat aku menulis draft artikel ini apakah iya hanya aku yang menulis artikel ini? Aku menulis artikel ini di gdocs itu artinya perusahaan yang menciptakan gdocs ikut membantu dalam proses pembuatan artikel ini. Tidak hanya itu saja perusahaan itu juga terdiri dari banyak karyawan yang mendukung pembuatan produk itu serta ditambah lagi perusahaan bisa dibangun juga melibatkan pekerja, toko bangunan, dan lain-lain. Baru gdocs aja, aku sudah melibatkan banyak orang yang tidak bisa sebutkan satu per satu.
Gdocs sendiri ada di laptop dan gadget itu artinya perusahaan yang membuat laptop ini dan gadget ini juga terlibat belum lagi ketika artikel ini di submit di WhatsApp dan website Buddhist Worship. Selain itu, materi artikel ini juga tidak lepas dari buku-buku referensi, video edukasi, ceramah dari Bhante dan pakar baik dari zoom dan youtube. Contoh ini hanya sebagian kecil teman-teman karena begitu banyaknya orang atau makhluk lain yang membantu pembuatan artikel ini. Jadi kita sesungguhnya kita itu saling berhubungan dan semua orang ikut dalam berdana.
Ego Memisahkan Kita
Kebanyakan dari kita masih dikuasai oleh ego yang sangat kuat sehingga kita masih beranggapan “cuman aku aja yang berdana”. Kita selalu menggenggam ke-aku-an ini makanya motivasi dalam berdana jadi kurang tepat yaitu malah ingin dipuji, supaya dapat karma baik, ataupun lahir di surga. Itu memang ga salah teman-teman, di Anguttara Nikaya pun Buddha menjelaskan kalau ada empat keinginan yang wajar yaitu menjadi orang yang kaya, posisi tinggi, usia panjang, dan terlahir di alam bahagia. Namun itu bukan tujuan utama dari berdana.
“Aku” yang digenggam begitu kuat bisa menimbulkan masalah atau penderitaan contohnya saat berdana kita ingin dipuji “wah kamu baik banget deh”, pertanyaanya apakah setiap orang akan memuji kita? Bisa saja orang lain menganggap kita itu biasa saja. Apa yang kita rasakan ketika ingin dipuji eh tapi kita tidak dapat pujian? Jadi ego yang membuat diri sendiri ini merasa terpisah dengan orang lain.
Tidak Ada yang Hilang
Saat “aku” ini begitu kuat, kita merasa bahwa kita sudah mengorbankan sesuatu “ini lho, barang kesayanganku aku berikan”. Kesombongan muncul dan menciptakan ekspektasi akan imbalan, serasa kita sudah mengorbankan sesuatu. Padahal memberi itu bukan berarti kita mengorbankan sesuatu. Berdana itu adalah ekspresi kebaikan, welas asih, dan cinta kasih yang ada di dalam diri yang terpancar keluar. Orang yang dipenuhi dengan cinta kasih dan welas asih tidak merasa kehilangan namun justru untuk pertumbuhan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dalam bukunya berjudul Art of Loving, Erich Fromm mengatakan kalau memberi bukan karena ingin menerima namun memiliki semangat untuk menumbuhkan orang lain dan semangat ini akan kembali ke diri kita sendiri melalui pemberian yang tulus. Selain itu menurutnya, memberi itu juga dapat membuat orang lain sebagai pemberi dan mereka berdua saling berbagi kebahagiaan atas apa yang mereka bawa dalam kehidupan ini. Hal ini sesuai dengan penjelasan Dhammapada ayat 18 bahwa pembuat kebajikan berbahagia dalam kehidupan ini, ia juga berbahagia dalam kehidupan yang akan datang, ia berbahagia di kedua alam kehidupan. Ia sangat berbahagia ketika merenungkan perbuatan bajiknya, dan ia akan lebih bahagia lagi setelah terlahir di alam surga/bahagia. Jadi tidak ada yang hilang ketika kita berdana dan justru membuat kita menjadi semakin bertumbuh dalam kebaikan.
Melepas
Selama ini kita selalu menuntut orang lain untuk membahagiakan kita, dan kebahagiaan ini digenggam terus serasa ini milik kita sendiri saja Melalui berdana kita belajar untuk melepas nih. Lalu apa saja yang dilepas?
Keserakahan
Dengan berdana kita belajar untuk membagi kebahagiaan kita yang didasari oleh cinta kasih, welas asih, dan kebijaksanaan. Kebahagiaan tidak kita genggam tapi kita bagikan agar orang lain juga ikut merasakan kebahagiaan yang kita rasakan. Pelan-pelan kita tidak mementingkan diri sendiri dan kita dapat mengendalikan hasrat untuk memiliki yang menggebu-gebu. Jadi berdana seharusnya dapat mengikis keserakahan bukan menambah keserakahan.
Kebencian
Karena saling terkoneksi, kita mengirimkan cinta kasih kepada semua makhluk yang salah satunya dapat dilakukan melalui berdana. Ini harus rajin kita praktekkan teman-teman sehingga kebencian-kebencian bisa tergantikan dengan pikiran yang penuh dengan cinta kasih ini. Tentunya kita bisa melihat setiap orang atau makhluk dengan penuh kebaikan
Ke-aku-an
Dengan kita berdana sesungguhnya kita belajar untuk merelakan dan ini menjadikan bekal ketika kita menghadapi hal-hal yang tidak kita inginkan. Kalau dengan berdana saja, kita tidak rela bagaimana kita bisa menghadapi hal-hal yang tidak kita inginkan? Lalu ke-aku-an ini terkikis sedikit demi sedikit, kita bisa melihat segala sesuatu itu apa adanya dan pelan-pelan kita tidak melabel segala sesuatu itu sifatnya personal seperti ini adalah milkku, ini adalah aku.
Itu tadi adalah esensi dari berdana, yuk kita semua terus melakukan kebaikan ini yang tidak hanya waktu bulan Kathina saja. Jadikan ini sebagai kebiasaan kita yang dilandasi dengan cinta kasih, welas asih, dan kebijaksanaan.
Referensi
Fromm Erich. 2018. Seni Mencintai. Yogyakarta:Basa Basi
Hawkins, R.D. 2012. Power vs Force. United Kingdom : Hay House UK.
. 2006.Transcending the Levels of Consciousness: The Stairway to Enlightenment. United States: Veritas Publishing
https://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=572
https://www.dhammacakka.org/?channel=ceramah&mode=detailbd&id=737